tag:blogger.com,1999:blog-82419291635677864622024-03-13T05:05:32.758-07:00My Life My JourneyMECHANICAL-INSTRUMENTASI-INFORMATION TECHNOLOGYAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-82047474127412514302012-03-18T00:27:00.003-07:002012-03-18T00:27:59.475-07:00Repost dari Blog lain : 9 Maret 2012, 70 Tahun Berakhirnya Penjajahan Belanda di Bumi Nusantara<br />
<h3 class="post-title entry-title">
9 Maret 2012, 70 Tahun Berakhirnya Penjajahan Belanda di Bumi Nusantara
</h3>
<div class="post-header">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-6261753234758266669">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Arial";">Oleh Batara R. Hutagalung</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Arial";">Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda </span></i><span style="font-family: "Arial";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Arial";"></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Kebanyakan
rakyat Indonesia berpendapat, bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun,
tanpa mengetahui, kapan dimulainya penjajahan Belanda, dan kapan berakhirnya.
Belum terlihat adanya upaya untuk memberi pencerahan yang jelas kepada rakyat
Indonesia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Yang
pertama harus diluruskan adalah: <b>Republik
Indonesia tidak pernah dijajah oleh Belanda!</b> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Republik Indonesia <b><i>de jure</i></b>
dan <b><i>de facto</i></b> baru ada sejak
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Yang dijajah
oleh Belanda adalah berbagai kerajaan di Nusantara, yang kemudian dinamai oleh
Belanda sebagai <i>Netherlands-Indië</i>, atau terjemahannya adalah
India-Belanda
(banyak yang menulis: Hindia-Belanda). Kata "Indonesia" pun baru
"diciptakan" tahun 1850 oleh George Samuel Windsor Earl, seorang
pengacara asal Inggris.(Lihat:</span>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial";"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/03/asal-usul-kata-indonesia.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/03/asal-usul-kata-indonesia.html</a>)</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";"><br /></span><br />
<span style="font-family: "Arial";">Penjajahan
Belanda di bumi Nusantara resmi berakhir pada 9 Maret 1942, yaitu ketika
pemerintah India-Belanda menyerah kepada tentara Jepang, dan menyerahkan
jajahannya, <i>Netherlands-Indië</i>, kepada Jepang. Jepang kemudian menyatakan
menyerah kepada tentara sekutu pada 15 Agustus 1945. Ketika Belanda datang
kembali dengan dibantu oleh 3 divisi tentara Inggris dan dua divisi tentara Australia, <b>Republik Indonesia telah berdiri!</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Hal
kedua yang perlu diluruskan adalah, tidak seluruh wilayah Nusantara mengalami
pendudukan Belanda sampai lebih dari 300 tahun. Beberapa kerajaan baru berhasil
ditaklukkan Belanda di tahun 1900-an, seperti Kerajaan Batak, Kesultanan Aceh
dan beberapa kerajaan di Bali. Yang pertama diduduki oleh Belanda adalah kota
Jayakarta, pada 30 Mei 1619, yang oleh para penguasa baru namanya diganti
menjadi Batavia. Kemudian beberapa pulau di Maluku, a.l. Banda, diserang dan
diduduki oleh Belanda. Para pemimpin Banda dibunuh, dan seluruh rakyatnya yang
hidup dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai budak. (Lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Terhadap
suatu peristiwa sejarah dapat timbul beragam interpretasi, tergantung dari
sudut pandang dan kepentingan pembaca, demikian juga terhadap peristiwa yang
terjadi pada 9 Maret 1942, yaitu menyerahnya pemerintah India Belanda kepada
tentara Jepang yang berlangsung di Pangkalan Udara (Lanud) Kalijati. Dekat
Subang, Jawa Barat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Pada
9 Maret 1942, bertempat di Lanud Kalijati, Panglima Tertinggi Tentara Belanda
di <i>Netherlands Indië</i> (India Belanda),
Letnan Jenderal Hein Ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal India-Belanda,
Tjarda van Starckenborgh-Stachouwer, menandatangani
dokumen ‘Menyerah-Tanpa-Syarat’ kepada balatentara Dai Nippon yang dipimpin
oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, dan menyerahkan seluruh wilayah
jajahannya -India Belanda- kepada Jepang. Demikianlah peristiwa yang tertulis
di buku-buku sejarah, mungkin di seluruh dunia termasuk di Indonesia, Belanda
dan Jepang. Itu fakta sejarah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Untuk
Belanda dan sekutu-sekutunya (ABDACOM – <i>American,
British, Dutch Australian Command</i>) ini tentu merupakan suatu peristiwa –kekalahan-
yang sangat memalukan dan menyedihkan. Untuk Jepang, kemenangan ini adalah fase
terakhir dari penyerbuan ke Asia Tenggara guna menguasai wilayah dan sumber
daya alamnya –terutama minyak- yang sangat dibutuhkan untuk industri dan
menunjang kekuatan perang Jepang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Namun
untuk rakyat di wilayah bekas jajahan Belanda tersebut, peristiwa menyerahnya
Belanda kepada Jepang mempunyai arti lain yang sangat penting. Tanggal
menyerahnya Belanda kepada Jepang itu sekaligus menandai berakhirnya secara
resmi penjajahan Belanda di bumi Nusantara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Setelah
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tonggak pertama, menyerahnya Belanda kepada Jepang pada 9
Maret 1942 merupakan tonggak kedua yang terpenting menuju berdirinya Republik
Indonesia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Di
masa pendudukan Jepang dari 9 Maret 1942 sampai 15 Agustus 1945, bangsa
Indonesia menumbuhkembangkan rasa ‘senasib dan seperjuangan’ serta memperoleh
kesempatan membangun kekuatan bersenjata, yang kemudian menjadi cikal bakal
Tentara Nasional Indonesia yang sangat berguna dalam perang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia terhadap agresi militer Belanda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Setelah
berhasil menguasai seluruh wilayah bekas jajahan Belanda, pimpinan militer
Jepang menyadari, bahwa mereka tidak dapat mempertahankan seluruh wilayah
pendudukannya tanpa bantuan dari penduduk yang dijajahnya, karena kekuatan
militernya tidak mencukupi. Apalagi perang di Eropa sejak tahun 1942 telah
mengalami perubahan peta kekuatan dengan ikut sertanya Amerika Serikat ke dalam
kancah peperangan. Di Asia Timur dan Tenggara, setelah menduduki Manchuria dan
Cina, Jepanglah yang memulai perang melawan Amerika Serikat dan kemudian
merebut semua jajahan Perancis, Inggris dan Belanda. Oleh karena itu, pimpinan
militer Jepang memutuskan untuk melatih pribumi di wilayah pendudukannya
untuk menjadi tentara. Walaupun hal ini semata-mata untuk kepentingan Jepang, namun
untuk rakyat di bumi Nusantara, langkah Jepang ini menjadi sangat berguna.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Belanda
menganggap, bahwa agresi militer Jepang adalah penyerangan terhadap wilayah
Belanda. Setelah Jepang berhasil dikalahkan oleh tentara sekutu dan menyatakan
‘menyerah tanpa syarat’ pada 15 Agustus 1945, maka Belanda menganggap, bahwa
wilayah yang telah mereka serahkan kepada balatentara Dai Nippon masih merupakan
wilayahnya, dan Belanda merasa masih menjadi penguasa negeri tersebut. Oleh
karena itu, Belanda menganggap proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945 adalah pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, dan kemudian mengerahkan
kekuatan militer untuk menguasai kembali bekas jajahannya. </span><br />
<span style="font-family: "Arial";"><br /></span><br />
<span style="font-family: "Arial";">Untuk
mengelabui opini dunia internasional Belanda menamakan agresi militernya
sebagai “aksi polisional”, dan berdalih, bahwa ini adalah masalah
“internal”
Belanda. Namun ternyata dunia internasional tidaklah sebodoh seperti
yang diperkirakan oleh pemerintah Belanda. Hal ini terlihat dalam berita
yang diturunkan oleh Majalah TIME pada 4 Agustus 1947, setelah Belanda
melancarkan "aksi polisional I", yang sebenarnya adalah agresi militer
terhadap Republik Indonesia. (Lihat:</span>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial";"><a href="http://indonesiadutch.blogspot.com/2008/01/time-aug-04-1947-dutch-police-measures.html">http://indonesiadutch.blogspot.com/2008/01/time-aug-04-1947-dutch-police-measures.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial";">Lihat
juga majalah TIME edisi 23 Desember 1946:</span></div>
<span style="font-family: "Arial"; font-size: 12pt;"><a href="http://indonesiadutch.blogspot.com/2008/01/ir-soekarno-time-magazine-dec-23-1946.html">http://indonesiadutch.blogspot.com/2008/01/ir-soekarno-time-magazine-dec-23-1946.html</a></span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Sikap
Belanda yang bersikukuh masih memiliki wilayah yang telah diserahkannya kepada
Jepang pada 9 Maret 1942, tidak mempunya dasar hukum internasional manapun.
Tidak pernah ada hukum internasional yang mengizinkan apalagi mengatur
tata-cara penguasaan satu Negara oleh Negara lain untuk dijadikan sebagai
jajahan, dan memberlakukan perbudakan yang berlangsung selama lebih dari 200
(!) tahun. Yang ada pada waktu itu adalah “hukum rimba”, yaitu Negara yang kuat
dan menang, berhak menjadi penguasa Negara yang kalah. Setelah itu,
Negara-negara lain kemudian “mengakui kedaulatan” penguasa baru, alias penjajah.
Yang juga dilakukan oleh Jerman di Eropa dan Jepang di Asia tidak berbeda
dengan yang telah dilakukan oleh Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun
sejarah mencatat, Jerman dan Jepang kalah. Negara-negara pemenang kemudian
menyaplok sebagian dari wilayah Jerman dan Jepang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Hal
ketiga yang harus dipahami oleh bangsa Indonesia adalah, proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, sah dipandang dari semua sudut!
(Lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2009/12/keabsahan-proklamasi-17-agustus-1945.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2009/12/keabsahan-proklamasi-17-agustus-1945.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial";">Tanggal
menyerahnya Belanda kepada Jepang ini untuk rakyat Indonesia harus menjadi peristiwa
yang sangat penting dan perlu diperingati setiap tahun, yaitu untuk:</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Arial";">Menyadarkan seluruh
rakyat Indonesia, bahwa tanggal 9 Maret 1942 adalah tanggal secara resmi berakhirnya
penjajahan Belanda di Bumi Nusantara, dan bukan 17 Agustus 1945, juga
bukan 27 Desember 1949. Memang banyak orang di Indonesia yang mengetahui
mengenai peristiwa ini, terutama dosen-dosen, guru-guru dan para mahasiswa
jurusan sejarah, bahwa Belanda menyerah kepada Jepang pada 9 Maret 1942,
namun sebagian terbesar tidak menyadari pentingnya tanggal tersebut, yang
sebenarnya merupakan akhir dari penjajahan Belanda di Bumi Nusantara.</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
</div>
<ol start="2" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Arial";">Untuk tetap “mengingatkan”
semua peristiwa yang sehubungan dengan “lembaran hitam” sejarah Belanda di
Indonesia, terutama berbagai pembantaian terhadap ratusan ribu penduduk
sipil Indonesia yang dilakukan oleh tentara Belanda selama masa agresi
militer mereka di Indonesia, setelah proklamasi kemerdekaan 17.8.1945,
seperti di Sulawesi Selatan, Rawagede, Kranggan, dll. Masih cukup banyak
korban selamat yang hidup, demikian juga janda-janda dan anak-cucu korban
pembantaian. Pengorbanan mereka tidak boleh dilupakan dan diabaikan!</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<ol start="3" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Arial";">Memopulerkan Pangkalan
Udara Kalijati menjadi salahsatu tujuan ‘Wisata-Sjarah’ yang penting bagi bangsa
Indonesia. Melihat letaknya cukup dekat satu sama lain, dapat dibuat satu
paket Wisata Sejarah ke Rengasdengklok (tempat Bung Karno dan Bung Hatta
“diculik”), Rawagede (sekarang bernama Balongsari), keduanya di Kabupaten
Karawang dan Pangkalan Udara Kalijati di Kabupaten Subang.</span></li>
</ol>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-40689870758515555012012-03-17T23:07:00.001-07:002012-03-17T23:08:20.995-07:00<br />
<h3 class="post-title entry-title">
VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie)
</h3>
<div class="post-header">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-116101556783972883">
Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama,
yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui
Semenanjung Harapan (<em>Cape of Good Hope</em>) di ujung selatan
Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur,
yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya.<br />Pada
awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara
termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan
bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik
pemukiman –kolonisasi- dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan
di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan
Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman).<br />Bangsa
Portugis, yang terlebih dahulu datang ke Indonesia sebelum Belanda,
selain di Malakka, memusatkan perhatian mereka di kepulauan Maluku, yang
kaya akan rempah-rempah –komoditi langka dan sangat mahal di Eropa.
Setelah dapat mematahkan perlawanan rakyat Maluku tahun 1511, Portugis
menguasai perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku selama sekitar
100 tahun.<br />Pada akhir abad 16, Inggris dan Belanda mulai menunjukkan
minatnya di wilayah Asia Tenggara dan melakukan beberapa pelayaran ke
wilayah ini, antara lain dilakukan oleh James Lancaster tahun 1591, dua
bersaudara Frederik dan adiknya, Cornelis de Houtman tahun 1595 dan
kemudian tahun 1599, Jacob van Neck tahun 1598. Lancaster datang lagi
tahun 1601. Ketika de Houtman bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di
Banten, mereka disambut dengan sangat ramah, demikian juga dengan para
pedagang lain, yang setelah itu makin banyak datang ke Jawa, Sumatera
dan Maluku. Sebelum Belanda membuat Jayakarta/Sunda Kalapa (setelah
menduduki Jayakarta, Belanda kemudian menamakannya Batavia) menjadi
pelabuhan yang merupakan basis perdagangan dan kubu militernya,
pelabuhan Banten adalah pelabuhan internasional yang terbesar di Asia
Tenggara dan menjadi pusat perdagangan antar benua.<br />Ketika kembali ke
Asia Tenggara tahun 1599, Houtman bersaudara terlibat pertempuran
melawan kerajaan Aceh, di mana Cornelis tewas dan Frederik ditawan, dan
setelah dibebaskan tahun 1602, ia kembali ke Amsterdam. Selama di
penjara, ia sempat belajar bahasa Melayu dan menerbitkan kamus Melayu
pertama pada tahun 1603.<br />Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan <em>The Britisch East India Company</em> dan berpusat di Calcutta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan <em>French East India Company</em> tahun 1604.<br />Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde <em>Oost-Indische Compagnie</em>
- VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan
sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian
juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni
perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten
Generaal di Belanda VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus
mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama
Pemerintah Belanda –yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk
membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu
negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang
seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.<br />Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:<br />a.
Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur
Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai
perdagangan untuk kepentingan sendiri;<br />b. Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:<br />1. memelihara angkatan perang,<br />2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,<br />3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Belanda,<br />4. memerintah daerah-daerah tersebut,<br />5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan<br />6. memungut pajak.<br /><br /><strong>(Catatan penulis: Saya punya satu coin VOC dari tahun 1790)</strong>Tahun
1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan,
dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama
(1610-1614). Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di
Ambon (1605 – 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621
– 1623).<br />Belanda konsisten menggunakan kekuatan bersenjata untuk memuluskan perdagangannya dan menjalankan taktik <em>divide et impera</em>
(memecah-belah dan kemudian menguasai). Apabila ada konflik internal di
satu kerajaan, atau ada pertikaian antara satu kerajaan dengan kerajaan
tetangganya, Belanda membantu salah satu pihak untuk mengalahkan
lawannya, dengan imbalan yang sangat menguntungkan bagi Belanda,
termasuk antara lain memperoleh sebagian wilayah yang bersama-sama
dikalahkan. Dengan tipu muslihat dan bantuan penguasa setempat, Belanda
berhasil mengusir Portugis dari wilayah yang mereka kuasai di Maluku,
yang sangat kaya akan rempah-rempah, yang mahal harganya di Eropa.<br /><br /><strong>Jayakarta, Jajahan VOC Pertama</strong><br />Bukti
tertua mengenai eksistensi pemukiman penduduk yang sekarang bernama
Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta
Utara. Prasasti terebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal
dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara ketika diperintah oleh Raja
Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda
Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.<br />Pemukiman
tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi
oleh kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis,
Sunda Kalapa masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan
Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah berhasil menguasai Malakka, dan
tahun 1522 Gubernur Portugis d’Albuquerque mengirim utusannya, Enrique
Leme yang didampingi oleh Tome Pires untuk menemui Raja Sangiang
Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan
antara Pajajaran dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh
Raja Pakuan Pajajaran guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam
menghadapi ancaman kerajaan Islam Demak, yang telah menghancurkan
beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata perjanjian
ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak,
Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda Kalapa.<br />Sebagaimana
telah dikemukakan di atas, pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara
Demak yang dipimpin oleh Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat,
India, dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut,
namanyapun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil
mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan
Banten, yang kini menjadi kesultanan.<br />Ironisnya, kini tanggal 22
Juni ditetapkan sebagai hari “kelahiran” Jakarta. Jelas tanggal ini
tidak mencerminkan berdirinya kota Jakarta, karena dari berbagai
prasasti, telah terbukti bahwa Sunda Kalapa telah ada sejak abad 10.
Ironis, karena hari penaklukkan Jakarta yang dipimpin oleh seorang
asing, ditetapkan sebagai hari “kelahiran” Jakarta.<br />Pieter Both yang
menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai
basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena
pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan
orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
sedangkan Jayakarta/Sunda Kalapa masih merupakan pelabuhan kecil.<br />Pada
tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan
fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka
menyewa lahan sekitar 1,5 hektar di dekat muara di tepi bagian timur
Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat
tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.<br />Ketika
Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 – 1623), ia
mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius
Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan
beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7
meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini
benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan
untuk menguasai Jayakarta. Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619
Belanda menyerang tuan rumah, yang memberi mereka izin untuk berdagang,
dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk.
Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai
seluruh kota, dan kemudian seluruh Nusantara. Semula Coen ingin
menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun de Heeren Seventien
di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk
mengenang bangsa Batavir, yaitu bangsa Germania yang bermukim di tepi
Sungai Rhein yang kini dihuni oleh orang Belanda. Dan nama Batavia ini
digunakan oleh Belanda selama lebih dari 300 tahun.<br />Dengan demikian,
Batavia (Sunda Kalapa, Jayakarta, Jakarta) adalah jajahan Belanda
pertama di Nusantara. Entah sejak kapan, penduduk di kota Batavia
dinamakan –atau menamakan diri- orang Betawi, yang mengambil nama dari
Batavia tersebut. Dilihat dari sejarah dan asal-usulnya, jelas penamaan
ini keliru.<br />Tanggal 30 Mei 1619 dapat ditetapkan sebagai awal
penjajahan Belanda di bumi Nusantara, yang berakhir tanggal 9 Maret
1942, yaitu dengan resmi menyerahnya Pemerintah India Belanda kepada
Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat.<br /><br /><strong>Legalisasi Perbudakan dimulai oleh VOC</strong><br />Perbudakan memang telah ada sebelum orang-orang Eropa datang ke Asia Tenggara, namun di masa VOC, berdasarkan <em>Bataviase Statuten</em> (Undang-Undang Batavia) tahun 1642, perbudak diresmikan dengan adanya Undang-Undang Perbudakan.<br />Sebagian
besar perbudakan terjadi di Jawa, namun budak-budak tersebut berasal
dari luar Jawa, yaitu para tawanan dari daerah-daerah yang ditaklukkan
Belanda, seperti dari pulau Banda tahun 1621, di mana 883 orang (176
orang mati dalam perjalanan) dibawa ke pulau Jawa dan dijual sebagai
budak.<br />Perdagangan budak di seluruh dunia memang telah terjadi sejak
ribuan tahun lalu, terutama di zaman Romawi. Yang diperdagangkan di
pasar budak adalah rakyat, serdadu, perwira dan bahkan bangsawan dari
negara-negara yang kalah perang dan kemudian dijual sebagai budak.
Selama Perang Salib/Sabil yang berlangsung sekitar 200 tahun, ratusan
ribu orang dari berbagai etnis yang ditawan, dijual sebagai budak
sehingga membanjiri pasar budak, dan mengakibatkan anjloknya harga budak
waktu itu.<br />Dari abad 15 sampai akhir abad 19, seiring dengan
kolonialisme negara-negara Eropa terhadap negara-negara atau wilayah
yang mereka duduki di Asia, Afrika dan Amerika, perdagangan budak
menjadi sangat marak, juga terutama untuk benua Amerika, di mana para
penjajah memerlukan tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan
perkebunan. Di Amerika Serikat –negara yang mengklaim sebagai sokoguru
demokrasi- perbudakan secara resmi baru dihapus tahun 1865, namun warga
kulit hitam masih harus menunggu seratus tahun lagi, sampai mereka
memperoleh hak memilih dan dipilih.<br />Di Afrika, Belanda memiliki 2
portal perdagangan budak. Satu di St. George d’Elmina, Gold Coast
(sekarang Ghana) dan satu lagi di Pulau Goree, Senegal. Melalui kedua
portal tersebut Belanda membawa budak-budak yang mereka beli dari
orang-orang Arab pedagang budak. Pedagang-pedagang budak orang Arab
bekerjasama dengan orang-orang Afrika menculik warga Afrika dari
desa-desa di pedalaman Afrika -tak pandang bulu, laki-laki, perempuan
dan anak-anak- dan kemudian menjual mereka sebagai budak.<br />Selama
kurun waktu lebih dari 300 tahun, berjuta-juta orang Afrika diculik dan
kemudian dijual sebagai budak. Sebelum dibawa dengan kapal ke
negara-negara tujuan pembeli, mereka disekap secara tidak manusiawi dan
berjejal-jejal –termasuk anak-anak dan perempuan- di penjara-penjara,
tanpa adanya sinar matahari, udara dan air bersih. Biasanya sekitar 20%
dari budak-budak tersebut mati di tengah jalan, karena penyakit, mogok
makan, siksaan atau bunuh diri, namun yang dibawa ke benua Amerika,
jumlah yang mati dalam perjalanan mencapai 40-50%.<br />Selain mengontrak
orang-orang Eropa dan pribumi untuk menjadi serdadu di dinas ketentaraan
India-Belanda, juga terdapat pasukan yang terdiri dari yang dinamakan
Belanda Hitam (<em>zwarte Nederlander</em>), yaitu mantan budak yang dibeli dari Afrika.<br />Mulai
tahun 1830, di Gold Coast (Ghana) Afrika Barat, Belanda membeli
budak-budak, dan melalui St George d’Elmina dibawa ke India Belanda
untuk dijadikan serdadu. Untuk setiap kepala, Belanda membayar f 100,-
kepada Raja Ashanti. Sampai tahun 1872, jumlah mereka mencapai 3.000
orang dan dikontrak untuk 12 tahun atau lebih. Berdasarkan
Nationaliteitsregelingen (Peraturan Kewarganegaraan), mereka masuk
kategori berkebangsaan Belanda, sehingga mereka dinamakan Belanda Hitam
(zwar<em>te Nederlander</em>). Karena mereka tidak mendapat kesulitan
dengan iklim di Indonesia, mereka menjadi tentara yang tangguh dan
berharga bagi Belanda, dan mereka menerima bayaran sama dengan tentara
Belanda. Namun dari gaji yang diterima, mereka harus mencicil uang
tebusan sebesar f 100,-. Memang orang Belanda tidak mau rugi, walaupun
orang-orang ini telah berjasa bagi Belanda dalam mempertahankan
kekuasaan mereka di India Belanda.<br />Sebagian besar dari mereka
ditempatkan di Purworejo. Tahun 1950, tersisa sekitar 60 keluarga
Indo-Afrika yang dibawa ke Belanda dalam rangka “repatriasi.”<br />Walaupun
kekuasaan dari VOC berpindah kepada Pemerintah India-Belanda,
perdagangan budak berlangsung terus, dan hanya terhenti selama beberapa
tahun ketika Inggris berkuasa di India-Belanda (<em>The British inter-regnum).</em>
Perang koalisi di Eropa juga berpengaruh terhadap masalah perbudakan di
India-Belanda. Ketika Inggris menaklukkan Belanda dan mengambil alih
kekuasaan di India Belanda tahun 1811, pada tahun 1813 Letnan Gubernur
Jenderal Thomas Stamford Raffles melarang perdagangan budak. Namun
dengan adanya perjanjian perdamaian di Eropa, kembali membawa perubahan
di India Belanda di mana Belanda “menerima kembali” India-Belanda dari
tangan Inggris pada tahun 1816. Pada tahun itu juga Pemerintah India
Belanda memberlakukan kembali perdagangan budak.<br />Tahun 1789 tercatat 36.942 budak di Batavia dan sekitarnya.<br />Tahun 1815 tercatat 23.239 budak, ketika di bawah kekuasaan Inggris.<br />Tahun 1828 tercatat 6.170 budak.<br />Tahun 1844 masih terdapat 1.365 budak di Batavia.<br />Dari data/tabel di bawah ini terlihat, bahwa antara tahun 1679 – 1699, lebih dari 50% penduduk Batavia adalah budak (!).<br />Tabel 1. Jumlah penduduk dan jumlah budak di berbagai pemukiman Belanda di Samudra India akhir abad 17.<br />(Tabel 1 & 2, lihat: <a href="http://www.historycoop.org/journals/jwh/14.2/vink.html">http://www.historycoop.org/journals/jwh/14.2/vink.html</a>)<br /><br />Tabel
2. Jumlah budak VOC dan jumlah seluruh budak Belanda dengan rata-rata
jumlah perdagangan budak per tahun oleh Belanda, sekitar tahun 1688.<br /><br />Barulah
pada 7 Mei 1859 dibuat Undang-Undang untuk menghapus perbudakan, yang
mulai berlaku pada 1 Januari 1860. Namun ini tidak segera diberlakukan
di seluruh wilayah India-Belanda. Di Bali pembebasan budak baru
berlangsung tahun 1877, dan di beberapa daerah lain masih lebih belakang
dari ini.<br />Di Belanda sendiri, perbudakan baru secara resmi dihapus
pada 1 Juli 1863. Pada bulan Agustus 2001, dalam Konferensi
internasional di Durban, Afrika Selatan, baru beberapa negara Eropa
secara resmi menyampaikan permintaan maaf atas perbudakan tersebut,
namun belum ada satupun negara bekas penjajah yang memberi kompensasi.<br /><br /><strong>Pembantaian oleh Belanda di Pulau Banda. Hongi Tochten</strong><br />Tidak
lama setelah kedatangan mereka di Maluku, para pedagang Belanda
melakukan cara-cara yang kejam untuk menguasai wilayah yang sangat
banyak memberi kenguntung bagi mereka, seperti yang dilakukan oleh
Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen terhadap pulau Banda pada tahun
1621 (lihat: Willard A. Hanna, “<em>Indonesian Banda”, Colonialism and its Altermath in the Nutmeg Islands,</em> Yayasan Warisan dan Budaya Banda Neira, Maluku, 1991, Reprint),<br />Dari
Batavia, dia membawa armada yang terdiri dari 13 kapal besar, tiga
kapal pengangkut perlengkapan serta 36 kapal kecil. Pasukannya terdiri
dari 1.655 orang Eropa (150 meninggal dalam perjalanan) dan diperkuat
dengan 250 orang dari garnisun di Banda. Ini adalah kekuatan terbesar
yang dikerahkan Belanda pada waktu itu ke wilayah Maluku, sehingga tidak
diragukan lagi keberhasilannya. 286 orang Jawa dijadikan pengayuh
kapal. Selain itu terdapat 80 – 100 pedagang Jepang; beberapa
diantaranya adalah pendekar Samurai yang kemudian berfungsi sebagai
algojo pemenggal kepala. Ini merupakan kerjasama pertama antara Belanda
dan Jepang dalam penjajahan di Indonesia.<br />Dalam waktu singkat,
perlawanan rakyat Banda dapat dipatahkan oleh tentara Belanda. Penduduk
kepulauan Banda yang tidak tewas, ditangkap dan mereka yang tidak mau
menyerah kepada Belanda, melompat dari tebing yang curam di pantai
sehingga tewas.<br />Semua pimpinan rakyat Banda yang tidak mau
bekerjasama dengan Belanda dijatuhi hukuman mati yang segera
dilaksanakan. Mengenai pelaksanaan eksekusi terhadap pimpinan rakyat
Banda pada 8 Mei 1621, Letnan (Laut) Nicholas van Waert menulis antara
lain:<br /><em>“… Keempatpuluhempat tawanan dibawa ke Benteng Nassau,
delapan Orang Kaya (pemuka adat di Banda) dipisahkan dari lainnya, yang
dikumpulkan seperti domba. Dengan tangan terikat, mereka dimasukkan ke
dalam kerangkeng dari bambu dan dijaga ketat. Mereka dituduh telah
berkonspirasi melawan Tuan Jenderal dan telah melanggar perjanjian
perdamaian.<br />Enam serdadu Jepang melaksanakan eksekusi dengan samurai
mereka yang tajam. Para pemimpin Banda dipenggal kepalanya kemudian
tubuh mereka dibelah empat. Setelah itu menyusul 36 orang lainnya, yang
juga dipenggal kepalanya dan tubuhnya dibelah empat. Eksekusi ini sangat
mengerikan untuk dilihat. Semua tewas tanpa mengeluarkan suara apa pun,
kecuali satu orang yang berkata dalam bahasa Belanda “Tuan-tuan, apakah
kalian tidak mengenal belas kasihan”, yang ternyata tidak ada gunanya.<br />Kejadian
yang sangat menakutkan itu membuat kami menjadi bisu. Kepala dan
bagian-bagian tubuh orang-orang Banda yang telah dipotong, ditancapkan
di ujung bambu dan dipertontonkan. Demikianlah kejadiannya: Hanya Tuhan
yang mengetahui siapa yang benar.<br />Kita semua, sebagai yang menyatakan
beragama Kristen, dipenuhi rasa kecemasan melihat bagaimana peristiwa
ini berakhir, dan kami merasa tidak sejahtera dengan hal ini</em> ..”.<br /><br />Laporan ini dikutip oleh Willard A. Hanna dari <em>“De
Verovering der Banda-Eilanden,” Bijdragen van het Koninklijke Institut
voor de Taal-, Land-, en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie,</em> Vol.
II (1854), hlm. 173. Laporan ini semula beredar secara anonim di
Belanda, namun cendekiawan Belanda yang terkenal, H.T. Colenbrander
menghubungkan ini dengan salah seorang perwira dari Gubernur Jenderal
Coen, yaitu Nicholas van Waert tersebut.<br />Para pengikut tokoh-tokoh
Banda beserta seluruh keluarga mereka dibawa dengan kapal ke Batavia
untuk kemudian dijual sebagai budak. Jumlah seluruh warga Banda yang
dibawa ke Batavia adalah 883 orang terdiri dari 287 pria, 356 perempuan
dan 240 anak-anak. 176 orang meninggal dalam perjalanan. Banyak di
antara mereka yang meninggal karena siksaan, kelaparan atau penyakit.<br />Demikianlah
pembantaian massal pertama yang dilakukan oleh Belanda di Bumi
Nusantara. Kekejaman Belanda tidak terbatas terhadap pribumi di Maluku,
melainkan juga terhadap para pesaing mereka, dalam hal ini orang-orang
Inggris. Persaingan antara Belanda dan Inggris untuk menguasai
rempah-rempah di Maluku mencapai puncaknya pada tahun 1623, dua tahun
setelah pembantaian rakyat Banda, di mana para pedagang Inggris juga
dibantai oleh serdadu bayaran VOC. Para pedagang Inggris tersebut
dibunuh secara kejam oleh Belanda; leher mereka disembelih seperti
anjing, sebagaimana diungkapkan oleh Laurens van der Post (lihat:
Laurens van der Post: “<em>The Admiral's Baby</em>”, John Murray, London, 1996.):<br />“…<em> It was on Ambon in 1623 that the Dutch slaughtered the English traders they found there, cutting their throats like dogs</em> …”<br /><br />Secara
perlahan-lahan, Belanda menyingkirkan pesaing-pesaing perdagangan
mereka dari Eropa, yaitu Portugis, Spanyol dan Inggris, dan dengan
demikian berhasil memegang monopoli atas perdagangan rempah-rempah dari
wilayah Maluku ke Eropa. Para penguasa setempat yang tidak bersedia
memenuhi keinginan VOC disingkirkan dengan segala cara, dan kemudian
diganti dengan Raja, Sultan atau penguasa lain yang patuh kepada
Belanda. Dengan cara ini VOC dapat memaksa penguasa setempat untuk
membuat kebijakan dan peraturan yang sangat menguntungkan VOC, namun
merugikan rakyat setempat. Para penguasa boneka Belanda, disamping
memperoleh “kekuasaan”, juga mendapat keuntungan materi. Dengan mereka,
VOC membuat perjanjian yang dinamakan “kontrak extirpatie”, yaitu
menebang dan memusnahkan semua pohon cengkeh dan pala di wilayahnya, dan
tidak mengizinkan rakyat mereka untuk menanam kembali dan memelihara
pohon rempah-rempah tersebut. Sebagai imbalannya, para penguasa
memperoleh uang sebagai pengganti kerugian yang dinamakan
recognitie-penningen.<br />Di bawah Gubernur Jenderal Mattheus de Haan
(1725 – 1729) dan kemudian dilanjutkan oleh Diederik Durven (1729 –
dipecat tahun 1732) dilakukan extirpartie secara besar-besaran, guna
menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi. Untuk melaksanakan
extirpatie tersebut, setiap tahun VOC melakukan pelayaran hongi atau
“Hongi tochten”, yaitu armada yang terdiri dari sejumlah kora-kora,
kapal tradisional Ternate-Tidore.<br />Menurut catatan statistik Kompeni,
sebagai hasil extirpatie dari Hongi tochten yang hanya berlangsung satu
tahun, yaitu dari 10 Desember 1728 sampai 17 Desember 1729 telah
dimusnahkan lebih dari 96.000 pohon dan dari 14 Juli 1731 sampai 27 Juli
1732 telah habis dimusnahkan 117.000 pohon rempah-rempah di Pulau-Pulau
Makian, Moti, Weda, Maba dan Ternate.<br /><br /><strong>Pembantaian Etnis (<em>Genocide</em>) Tionghoa di Batavia</strong><br />Kekejaman
bangsa Belanda tidak hanya dirasakan oleh rakyat jajahannya atau
pesaing-pesaing mereka dari Eropa saja, melainkan juga dirasakan oleh
etnis Tionghoa yang ada di Batavia, sebagaimana dilakukan oleh Adriaen
Valckenier, yang menjadi Gubernur Jenderal India Belanda dari tahun 1737
- 1741. Selain melanjutkan budaya korupsi dan penindasan serta
eksploitasi rakyat jajahannya, Valckenier juga menilai, peningkatan yang
sangat pesat jumlah orang Tionghoa yang ada di Batavia telah menjadi
ancaman bagi orang Belanda.<br />Sebenarnya pada mulanya Belanda
mendatangkan orang-orang Tionghoa dari Tiongkok ke India Belanda
terutama untuk menjadi kuli di perkebunan. Namun banyak dari mereka yang
berhasil menjadi pedagang, pengusaha dan rentenir uang, dengan
kedudukan sebagai lapisan menengah yang berfungsi sebagai perantara
antara orang Eropa dan pribumi.<br />Sekitar tahun 1690, penguasa VOC
mencoba mulai membatasi masuknya orang Tionghoa ke Batavia/Jawa, namun
tidak berhasil, karena adanya kolusi antara para pengusaha yang terus
mendatangkan kuli dari Tiongkok dan pejabat administrasi VOC yang
menerima suap. Para pengusaha Belanda juga memperoleh manfaat dengan
adanya kuli murah, rajin dan patuh, dibandingkan dengan pribumi yang
sering membangkang, melawan dan bahkan melakukan pemberontakan.<br />Namun,
lama kelamaan jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai puluhan ribu
orang, dan menjelang tahun 1740, separuh penduduk di Batavia dan
sekitarnya adalah orang Tionghoa. Mereka juga telah menguasai berbagai
bidang ekonomi dan usaha, yang menjadi ancaman bagi orang-orang Belanda
dan Eropa lainnya, karena dengan adanya pesaing etnis Tionghoa,
keuntungan mereka menjadi sangat berkurang. Salah satu bidang usaha yang
dikuasai oleh etnis Tionghoa adalah perkebunan tebu di sekitar Batavia.<br />Tahun
1740, pasar gula mengalami kemerosotan karena selain adanya persaingan
dari Brasilia yang menjual gula lebih murah, juga pasar di Eropa telah
jenuh. Puluhan pedagang gula mengalami kebangkrutan dan harus
memberhentikan kuli-kuli mereka dari Tiongkok. Pengangguran
besar-besaran yang mendadak ini memunculkan kelompok-kelompok yang
menjurus kepada gang (komplotan) kriminal. Gang-gang tersebut juga tidak
segan-segan untuk melakukan tindak kekerasan, sehingga menimbulkan
keresahan di kalangan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.<br />Para
penguasa VOC kemudian mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi
hal ini, dengan mendeportasi kuli-kuli dari Tiongkok tersebut ke Ceylon
dan Afrika Selatan, yang juga koloni VOC waktu itu. Deportasi dengan
kapal laut ini dimulai pada bulan Juli 1740. Tak lama setelah dimulainya
deportasi kuli-kuli Tionghoa ke Ceylon, muncul desas-desus, bahwa
kuli-kuli itu dibunuh dan kemudian dilemparkan ke laut. Terpancing
dengan isu tersebut, banyak kuli Tionghoa mempersenjatai diri mereka dan
mulai mengadakan perlawanan, dan bahkan merencanakan akan menyerang
Batavia. Tanggal 8 Oktober malam, suasana di Batavia sangat mencekam,
karena diberitakan, bahwa orang-orang Tionghoa di dalam kota Batavia
akan bergabung dengan warga Tionghoa dari sekitar Batavia.<br />Pada 9
Oktober 1740 Gubernur Jenderal Valckenier mengeluarkan perintah untuk
menggeledah 5.000 keluarga Tionghoa yang tinggal di lingkungan benteng
Batavia dan sekitarnya. Namun yang terjadi dalam 3 hari kemudian adalah
pembantaian terhadap semua orang Tionghoa di Batavia. Setiap orang
Tionghoa yang ditemui langsung dibunuh, dan bahkan yang berada di rumah
sakit juga dibantai (lihat: Vermeulen, J.Th., <em>De Chineezen Turbulenten te Batavia</em>, 1938).<br />Georg
Bernhard Schwarz, seorang Jerman yang berasal dari Remstal, dekat
Stuttgart, Jerman, pada 1751 dalam tulisan yang diterbitkan di
Heilbronn, Jerman, dengan judul “<em>Merkwürdigkeiten</em>” menuturkan
pengalamannya ketika ia ikut dalam pembantaian etnis Tionghoa di
Batavia. Ia menuliskan, bahwa ia membunuh orang Tionghoa beserta seluruh
keluarganya di Batavia, yang adalah tetangganya sendiri, walaupun
mereka sebenarnya adalah kenalan baik dan tidak mempunyai masalah
pribadi satu dengan lainnya. (lihat: Seemann, Heinrich, <em>Spuren einer Freundschaft. Deutsch – Indonesische Beziehungen vom 16. bis 19. Jahrhundert. </em>Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2000).<br />Diperkirakan
sekitar 24.000 orang etnis Tionghoa yang tewas dibantai oleh
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya pada bulan Oktober 1740. Dari sisa
yang hidup, banyak yang melarikan diri ke Jawa Tengah dan bergabung
dengan kelompok pemberontak di bawah pimpinan Raden Mas Said. Mereka
kemudian menyerang pos pertahanan Belanda di Semarang dan Rembang.
Sebagian lagi melarikan diri ke Kalimantan Barat.<br />Ini merupakan pembantaian etnis (<em>genocide</em>)
terbesar pada waktu itu, dan ketika berita ini sampai di Eropa, hal ini
sangat memalukan bangsa Belanda yang bertepuk dada sebagai penganut
ajaran Kristen yang taat, namun bukan saja melakukan perbudakan,
melainkan juga pembantaian etnis secara massal. Gubernur Jenderal
Valckenier dan Wakil Gubernur Jenderal Baron von Imhoff saling
menyalahkan atas terjadinya genocide tersebut. Valckenier sendiri
kemudian dipanggil pulang dan meninggal ketika dalam tahanan. Setelah
Valckenier dipanggil pulang tahun 1741, jabatan Gubernur Jendral untuk
sementara dipegang oleh Johannes Thedens, sebelum diganti oleh Gustaf
Wilhelm Baron van Imhoff (1743 – 1750), yang adalah orang Jerman.
Masalah pembantaian etnis Tionghoa yang sangat mencoreng wajah Belanda,
berhasil ditutup-tutupi dan kemudian hilang begitu saja. Tak ada satu
orang pun dari pelaku pembantaian yang dimajukan ke pengadilan.<br />Di Den Haag, Belanda, sejak Januari 2003 <em>International Criminal Court</em>
- ICC (Pengadilan Kejahatan Internasional) memulai kegiatannya, dan
Menlu Belanda waktu itu, van Aartsen menyatakan, bahwa dengan demikian “<em>Den Haag is the capital of international justice</em>.” (Den Haag adalah pusat keadilan dunia), karena sebelumnya di Den Haag juga terdapat <em>Intenational Court of Justice</em>. Dalam Statuta Roma yang menjadi landasan dari ICC disebutkan, bahwa kejahatan tertinggi adalah pembantaian etnis (gen<em>ocide), </em>dan setelah itu, kejahatan terbesar kedua adalah Kejahatan Atas Kemanusiaan (<em>crimes against humanity</em>).<br />Ironis
sekali, bahwa di negara yang telah melakukan kejahatan terbesar,
genocide, dan kejahatan atas kemanusiaan, yaitu perbudakan, pembantaian
massal seperti di Sulawesi Selatan dan Rawagede, menjadi tempat
kedudukan lembaga-lembaga peradilan internasional, dan Menlunya bertepuk
dada, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di masa lalu. Satu
bangsa yang mengalami amnesia dan pengingkaran kolektif!<br /><br /><strong>Runtuhnya VOC. Penjajahan Pemerintah India-Belanda</strong><br /><br />Sejak
tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan,
yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini
disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para
pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi,
termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat
untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat
rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau
kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi.<br />Karena
korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan
pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang
ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai
wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak
diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah
dibubarkan, plesetan VOC menjadi <em><strong>Vergaan Onder Corruptie</strong></em> (Hancur karena korupsi).<br />Setelah
VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil
alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah
Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani
sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme
secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang
kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda
(Nederlands-Indië) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.<br />Gubernur
Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799),
menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 –
1801).</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-55557015949713598862012-03-17T21:31:00.000-07:002012-03-17T21:40:18.748-07:00<br />
<h3 class="post-title entry-title">
Dua Muka Jan Pieterszoon Coen
</h3>
<div class="post-header">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-6744430366899566148">
<br />
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Oleh Batara R. Hutagalung</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Selama lebih dari seratus
tahun, sejak tahun 1893, Jan Pieterszoon Coen, mantan Gubernur Jenderal <i>Vereenigde Oost-Indische Compagnie</i>
(VOC) “berdiri” dengan megah dan tenang
di kota kelahirannya, Hoorn, di Belanda bagian utara. Namun sejak enam bulan
belakangan, terutama dua minggu terakhir ini, “ketenangannya” sangat terusik. </span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Terusiknya ketenangan
tersebut diawali dengan robohnya secara misterius patung JP Coen nan megah
tersebut dari beton penyangganya pada 16 Agustus 2011, sehari sebelum bangsa
Indonesia memperingati proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 2011. Dan kurang dari satu bulan sebelum putusan pengadilan sipil di
Den Haag, pada 14 September 2011, yang memenangkan gugatan 9 janda dan satu korban
selamat peristiwa pembantaian penduduk sipil di Rawagede, terhadap pemerintah
Belanda. Pengadilan sipil di Belanda menyatakan pemerintah Belanda bersalah dan
bertanggungjawab atas pembantaian 431 penduduk desa Rawagede pada 9 Desember
1947, serta menghukum pemerintah Belanda untuk meminta maaf kepada keluarga
korban pembantaian, dan memberi kompensasi kepada para penggugat. (Mengenai
putusan pengadilan sipil di Den Haag ini, lihat: <a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/12/rawagede-putusan-pengadilan-belanda-14.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/12/rawagede-putusan-pengadilan-belanda-14.html</a>)</span><br />
<span style="font-family: Arial;"><br /></span><br />
<span style="font-family: Arial;">(Lihat juga: <b>Rawagede.
Akhirnya Pemerintah Belanda Meminta Maaf</b></span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/12/rawagede-akhirnya-pemerintah-belanda.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/12/rawagede-akhirnya-pemerintah-belanda.html</a>)</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Jan Pieterszoon Coen, nama
ini menyimbolkan dua zaman berbeda, untuk kurun waktu yang bersamaan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Hingga beberapa waktu yang
lalu, untuk sebagian besar warga Belanda, JP Coen menyimbolkan awal dari zaman
keemasan –<i>de gouden eeuw</i>- bagi
Belanda. Ketika menjadi Gubernur Jenderal VOC </span><span style="font-family: Arial; font-size: 12pt;">(masa jabatan pertama 1619 – 1623, masa jabatan
kedua 1627 – 1629),</span>
<span style="font-family: Arial;"> pada 30 Mei 1619 dia menyerang kota
Jayakarta. Setelah menghancurkan dan membumihanguskan kota tersebut, dia
mengganti nama kota tersebut menjadi Batavia, sesuai kehendak <i>de Heeren Seventien</i>, atau 17 orang penguasa
kongsi dagang VOC di Belanda, yang waktu itu disebut sebagai <i>Staaten Generaal</i>. Dia menjalankan dengan
keras dan kejam system perdagangan dengan kekuatan militer. VOC, suatu kongsi
dagang yang mendapat hak (<i>Oktrooi</i> –
piagam) dari <i>Staaten Generaal</i> di
Belanda untuk memiliki pasukan sendiri, mencetak mata uang dan menyatakan
perang terhadap suatu Negara. Dengan demikian VOC memiliki status seperti layaknya
suatu Negara. Di zaman penjajahan Belanda, VOC dikenal sebagai “kumpeni.”
(Lihat tulisan mengenai VOC di:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Namun untuk penduduk di bumi
Nusantara, nama Jan Pieterszoon Coen identik dengan kekejaman dan awal dari
sejarah panjang penjajahan Belanda di bumi Nusantara, yang di beberapa daerah,
terutama Batavia dan Maluku, berlangsung lebih dari 300 tahun…sampai tanggal 9
Maret 1942, yaitu tanggal menyerahnya pemerintah India-Belanda kepada Jepang. (Lihat:
9 Maret 2012, 70 tahun berakhirnya Penjajahan Belanda di Bumi Nusantara. <a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2012/03/9-maret-2012-70-tahun-berakhir.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2012/03/9-maret-2012-70-tahun-berakhir.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Pada waktu itu, Belanda
belum menjadi penguasa tunggal di Asia Tenggara. Pesaing kuatnya adalah
Inggris, Spanyol dan Portugal. Namun dengan kekuatan militernya, perlahan-lahan
Belanda berhasil mengalahkan para pesaingnya di wilayah, yang kemudian
dinamakan sebagai Netherlands Indië (India Belanda).</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">System “perdagangan” yang
dilakukan VOC a.l.:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Apabila ada raja atau sultan
yang menolak untuk berdagang dengan syarat yang ditentukan oleh VOC, maka raja
atau sultan tersebut ditangkap dan dibuang ke daerah lain atau ke negara lain.
Kemudian VOC mengangkat raja atau sultan yang mau berdagang dengan syarat yang
ditentukan oleh VOC.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Kepulauan Banda, penghasil
tunggal pala, pada waktu itu masih berdagang dengan Inggris, dan hal ini sangat
tidak disenangi oleh Coen. Pada bulan Mei 1621 JP Coen mengerahkan armada dan
kekuatan militernya yang terbesar untuk menyerang Banda. Ribuan penduduk Banda
dibunuh, dan sisanya sebanyak 883 orang dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai
budak. JP Coen bukan hanya mengawali penjajahan di bumi Nusantara, melainkan
juga mengawali perdagangan budak, yang secara resmi berlangsung hingga tahun
1863, namun pada kenyataannya, praktek-praktek perbudakan di beberapa daerah di
Nusantara masih berlangsung hingga akhir abad 19.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Boleh dikatakan Coen “mengganti total”
penduduk Banda dengan pendatang dan budak dari daerah lain untuk mengerjakan perkebunan dan perdagangan
pala. Seorang kenalan saya yang berasal dari Maluku, setelah mendengar
penjelasan dari saya mengatakan, bahwa selama ini dia heran, mengapa penduduk
Banda kelihatan lebih putih, tidak seperti penduduk di sekitar Banda. Kini dia
mengetahui, mengapa penduduk Banda sangat berbeda dengan penduduk pada umumnya di Maluku.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Di puncak masa perdagangan
budak pada pertengahan abad 18, populasi budak di beberapa kota seperti Batavia
dan Makassar mencapai lebih dari 50 (!) % dari seluruh jumlah penduduk..</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Akhir tahun 1799 VOC yang
hancur karena korupsi –pelesetan VOC menjadi <i>Vergaan Onder Corruptie</i>- dibubarkan, seluruh wilayah yang dikuasai
oleh VOC kini diambilalih oleh pemerintah Be;landa, yang membentuk Netherlands
Indië (India Belanda), yang juga diperintah oleh seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC yang terakhir juga merupakan Gubernur Jernderal India
Belanda pertama. (Mengenai VOC lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/10/voc-verenigde-oost-indische-compagnie.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Setelah JC Coen tahun 1629 mati
karena penyakit, kelihatannya para Gubernur Jenderal penerusnya bersaing dalam
kekejaman. Sejarah mencatat antara lain Sistim Tanam Paksa; Hongi Tochten,
yaitu ekspedisi pelayaran di Maluku untuk memusnahkan pohon-pohon cengkeh guna
menjaga agar harga tetap tinggi; pengasingan/pembuangan raja/sultan/tokoh yang
menentang Belanda. </span><br />
<span style="font-family: Arial;"><br /></span><br />
<span style="font-family: Arial;">Beberapa yang sangat menonjol antara lain Gubernur Jenderal
Adriaen Valckenier (1737 – 1741). Di masa pemerintahannya pada bulan Oktober
1740 terjadi genosida terhadap etnis Tionghoa di Batavia, di mana diperkirakan
sekitar 10.000 orang Tionghoa –termasuk lansia,wanita dan anak-anak- tewas
dibantai.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Kemudian ketika Joannes
Benedictus van Heutsz menjadi Gubernur Militer dan Sipil di Aceh (1898 – 1904)
kemudian menjadi Gubernur Jenderal di India Belanda (1904 – 1909), Aceh menjadi
ladang pembantaian tentara Belanda.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><o:p><br /></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Arial;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiE1YTrw6iizf3PVDAVyD8l1qZG0LEScXzCNZispSVknWHsFDuVZnVQa03BbeQTb7CpZFgf75B853V9YHPWHRxrJlYUXSW7aEIXyXKCQ3B4XBC1c4kYIzjwkz7G5JVQIMb0rOP8W0GepJZZ/s1600/2.1275071491.jan-pieterszoon-coen.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiE1YTrw6iizf3PVDAVyD8l1qZG0LEScXzCNZispSVknWHsFDuVZnVQa03BbeQTb7CpZFgf75B853V9YHPWHRxrJlYUXSW7aEIXyXKCQ3B4XBC1c4kYIzjwkz7G5JVQIMb0rOP8W0GepJZZ/s320/2.1275071491.jan-pieterszoon-coen.jpg" width="240" /></a></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Arial;">Jan Pieterszoon Coen berdiri dengan megah</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Arial;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Arial;">
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Arial;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiClSuK2cprBOUzXFUu_X4NRB2bHwfjB010eCy0LiK02ldvJLRnp7Ptuk-lC6BJ6NVHJocB51Q3qViMrCUZKRPQoAa7DAwgtQq2Wk4Fe1Ka9HO0p92pzvtkNgKCsFBIS3w-Lgear8DwD6_j/s1600/patung_coen_jatuh.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiClSuK2cprBOUzXFUu_X4NRB2bHwfjB010eCy0LiK02ldvJLRnp7Ptuk-lC6BJ6NVHJocB51Q3qViMrCUZKRPQoAa7DAwgtQq2Wk4Fe1Ka9HO0p92pzvtkNgKCsFBIS3w-Lgear8DwD6_j/s320/patung_coen_jatuh.jpg" width="320" /></a></span></div>
<span style="font-family: Arial;">
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Jan Pieterszoon Coen roboh pada 16.8.2011</div>
<span style="font-family: Arial;">
</span></div>
<span style="font-family: Arial;"><br /></span><br />
<span style="font-family: Arial;">Di kota kelahirannya, tahun
1893 masyarakat Hoorn mendirikan patung JP Coen yang sangat megah, dengan tulisan
di bawah patungnya yang merupakan glorifikasi “prestasi’ nya selama menjadi
Gubernur Jenderal. Patung itu berdiri tegak dengan megah …sampai 16 Agustus
2011.</span><br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Tanggal 20 maret 2002, pada
puncak acara perayaan 400 tahun berdirinya VOC
Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia (KNPMBI) melakukan
demonstrasi di kedutaan Belanda, memrotes perayaan besar-besaran tersebut.
KNPMBI menyatakan, bahwa zaman VOC adalah awal dari penjajahan, perbudakan
pembantaian ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan penduduk Nusantara, nenek
moyang bangsa Indonesia, serta perampokan kekayaan Nusantara. Oleh karena itu,
KNPMBI menuntut agar pemerintah Belanda meminta maaf kepada bangsa Indonesia,
dan mengembalikan kekayaan Nusantara yang telah dirampok oleh Belanda selama
ratusan tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">KNPMBI menerima usul Duta
Besar Belanda, Baron Schelto van Heemstra untuk menyelenggarakan seminar
mengenai dua sisi VOC. Seminar diselenggarakan pada 3 dan 4 September 2002,
dengan menghadirkan 6 sejarawan Indonesia, dan 4 sejarawan dari Belanda. </span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Tuntutan KNPMBI berjalan
terus. Pada 5 Mei 2005, aktifis KNPMBI mendirikan Komite Utang Kehormatan
Belanda (KUKB), dan menuntut pemerintah Belanda untuk:</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal"><span style="font-family: Arial;">Mengakui <i>de
jure</i> kemerdekaan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945,</span></li>
<li class="MsoNormal"><span style="font-family: Arial;">meminta maaf kepada bangsa Indonesia atas
penjajahan, perbudakan, berbagai pelanggaran HAM berat, kejahatan atas
kemanusiaan,</span></li>
<li class="MsoNormal"><span style="font-family: Arial;">Memberi kompensasi kepda keluarga korban agresi
militer Belanda di Indonesia antara tahun 1945 – 1950.</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Pada 15 Desember 2005, ketua
KUKB bersama Ketua Dewan Penasihat KUKB membawa kasus pembantaian di Rawagede
ke parlemen Belanda, juga disampaikan, bahwa hingga saat ini pemerintah Belanda
tetap tidak mau mengakui <i>de jure</i>
kemerdekaan RI adalah 17.8.1945. Bagi pemerintah Belanda, kemerdekaan RI adalah
27 Desember 1949, yaitu ketika pemerintah Belanda “melimpahkan” kewenangan (<i>soeveriniteitsoverdracht</i>) kepada
pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). </span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Sejak tahun 2002 hingga
tahun 2008, hampir setiap tahun KNPMBI dan kemudian KUKB mengadakan demonstrasi
di kedutaan Belanda di Jakarta, dan hamper setiap tahun menyelenggarakan
seminar dan diskusi seputar penjajahan Belanda di bumi Nusantara, terutama
mengenai pembantaian di Sulawesi Selatan dan di Rawagede.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Pada 16 Agustus 2005,
Menteri Luar Negeri Belanda (waktu itu) Ben Bot, di Jakarta menyampaikan, bahwa
kini (sejak 16.8.2005), pemerintah Belanda MENERIMA proklamasi 17.8.1945 secara
moral dan politis. Sehari sebelumnya, di
Den Haag, dia menegaskan, bahwa pemerintah Belanda mulai saat itu, menerima <i>de facto </i>kemerdekaan RI 17.8.1945.
Artinya, sampai 16.8.2005, ternyata Republik Indonesia untuk pemerintah
Belanda, tidak ada samasekali, dan tanggal 16.8.2005 naik tingkat menjadi “anak
haram”, yaitu hanya diterima keberadaannya, tetapi tidak diakui legalitasnya!</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Pimpinan KUKB ke parlemen
Belanda pada Desember 2005, Oktober 2007 dan April 2008. pada Desember 2005,
dibentuk KUKB Cabang Belanda, yang pada Februari 2007 menjadi Yayasan KUKB.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">KUKB berhasil melobi
sejumlah pihak di Belanda, termasuk di parlemen Belanda (Tweede Kamer) untuk
mendukung kegiatan dan gugatan KUKB kepada pemerintah Belanda. (Mengenai
perjuangan KNPMBI dan KUKB lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 338.25pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"><a href="http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/rawagede-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html">http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/rawagede-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html</a>)</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Sejak beberapa tahun
belakangan, masyarakat Belanda, terutama generasi mudanya, mulai sangat kritis
menilai masa lalu Belanda di Indonesia. Menurut beberapa kalangan, termasuk
kalangan Belanda, kegiatan KNPMBI dan KUKB yang konsisten sejak 10 tahun (2001 –
2012), merupakan penyebab dibahasnya secara meluas peran Belanda di masa lalu
di Indonesia. Di kalangan generasi muda Belanda, VOC kini mendapat penilaian
yang negatif. Dalam suatu kesempatan, Harry van Bommel, anggota parlemen Belanda
dari Partai Sosialis, mencap Perdana Menteri Belanda Balkenende memiliki mental
VOC, dan ini dalam pengertian negatif.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Penilaian terhadap beberapa
mantan Gubernur Jenderal-pun berubah. Patung Gubernur Jenderal Joannes Benedictus
Heutsz pernah dirusak orang tak dikenal.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<v:shape id="_x0000_i1025" style="height: 145.5pt; width: 194.25pt;" type="#_x0000_t75">
<v:imagedata o:title="" src="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CXP%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_image003.png">
</v:imagedata></v:shape><span style="font-family: Arial;">Sejak beberapa waktu yang
lalu, timbul perdebatan mengenai keberadaan patung JP Coen. Adalah Eric van de
Beek, seorang jurnalis, yang mengambil inisiatif untuk menentang keberadaan
patung JP Coen, sebagaimana diberitakan di Noordholland Dagblad, 10 Maret 2012.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Dewan Kota Hoorn memutuskan,
untuk tetap memasang kembali patung JP Coen di tempatnya semula. Anggota Partai
Sosialis Hoorn pada 11 Maret 2012 di malam hari menempuh langkah untuk
menempelkan plakat keterangan mengenai JP Coen dalam tiga bahasa, yaitu
Belanda, Inggris dan Indonesia (!). Namun pejabat pemerintah kota Hoorn mengajak
masyarakat Hoorn untuk pada 17 Maret 2012 bersama-sama menghancurkan plakat
yang ditempelkan oleh anggota Partai Sosialis, yang dianggap illegal.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Teks dalam bahasa Indonesia di
plakat tersebut sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">… JAN PIETERSZOON COEN (HOORN, 1587 - BATAVIA, 1629)</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Pedagang, direktur jendral dan gubernur jendral di
Persatuan Perusahaan</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Hindia Timur (VOC).</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Dipuji sebagai pendiri kekaisaran bisnis yang paling
sukses di VOC dan Batavia,</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">yang saat ini dikenal sebagai jakarta. Dikritik
karena kebijakannya yang agresif</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">dalam memperoleh monopoli di VOC.</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Coen membasmi penduduk kepulauan Banda pada 1621,
setelah para penduduknya memasok pala untuk orang-orang Inggris, yang dilarang
oleh Verenigde Oost-Indische Compagnie. Ribuan warga Banda dibunuh. Ratusan
dideportasi sebagai budak ke Batavia, di mana mereka akhirnya dikalahkan atau
dibunuh.</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Karena pembantaian ini Coen mendapat julukan “Jagal
dari Banda”.</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial;">Patungnya, dibuat oleh Ferdinand Leenhoff pada 1893,
tidak lagi dianggap sebagai tanda penghormatan oleh warga kota Hoorn…</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Erich van de Beek,
pemrakarsa kegiatan ini, mengirim beberapa informasi yang sangat penting kepada
saya pada 16 Maret 2012, termasuk teks bahasa Inggris dan Indonesia tulisan di
plakat yang ditempelkan oleh anggota Partai Sosialis di Patung JP Coen.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Kelihatannya JP Coen belum
juga dapat “beristirahat” dengan tenang. Pro dan kontra patungnya ini sedang
berlangsung dengan sengit sejak beberapa hari, di mana saya ikut terlibat.
Lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><a href="http://www.hoorngids.nl/nw-7951-7-3388922/nieuws/fractie_tonnaer_vernietigt_sp-bord.html?page=1">http://www.hoorngids.nl/nw-7951-7-3388922/nieuws/fractie_tonnaer_vernietigt_sp-bord.html?page=1</a></span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Demikian juga masalah
Indonesia dengan Belanda tidak akan selesai, apabila pemerintah Belanda tetap
bersikukuh tidak mau mengakui de jure kemerdekaanj republic Indonesia adalah
17.8.1945, dan tetap menganggap Indonesia sebagai “anak haram.”</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Melihat sikap pemerintah
Belanda seperti ini, generasi angkatan ’45 tentu masih ingat berbagai
penghinaan yang dilakukan oleh Belanda terhadap pribumi sampai 9 Maret 1942. Di
berbagai tempat, seperti kolam renang, tempat-tempat hiburan elit, dll., terpampang
plakat dengan tulisan, yang dalam bahasa Indonesia artinya “terlarang untuk
anjing dan pribumi. Dalam bahasa Belanda tulisannya adalah:</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;"><b><i>VERBODEN VOOR HONDEN EN
INLANDERS</i></b></span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Arial;">Jakarta, 17 Maret 2012</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-91541301212322635142012-02-28T14:35:00.001-08:002012-02-28T14:35:31.755-08:00Pengemis di Jembatan Semanggi dan Pesawat kepresidenan<br />
Kemaren sore sepulang ketemuan seorang kawan di plaza semanggi saya melewati jembatan penyeberangan ke arah menara BRI. begitu turun ada beberapa orang pengemis seperti biasa berjejer di jembatan tersebut. tapi begitu saya amati, ada yang sangat mengusik pikiran saya ada 1 orang ibu ditemani 3 anak balita, yang pertama berumur sekitar 6 tahun, yang ke -2 sekitar 3 tahun dan yang terakhir berumur sekitar 1 tahun atau kurang.<br />
<br />
Ketiga anak tersebut dalam kondisi menyedihkan dan yang paling memprihatinkan tentu saja yang paling kecil, ditengah angin dingin dan agak gerimis kecil pasti angin malam akan menusuk tulang dan sangat tidak baik bagi seorang anak dibawah 1 tahun. anak tersebut menangis keras, mungkin karena kedinginan atau kehausan dan kelaparan atau bisa jadi sedang sakit, atau mungkin kombinasi ketiga nya?<br />
<br />
Duh gusti, pengen nangis rasa nya melihat pemandangan seperti itu, si ibu hanya bisa diam dengan ketidak berdayaan kebutaanya, dan kedua anak lainnya juga hanya bisa terdiam. hampir tidak percaya saya melihat betapa ada sebagian masyarakat yang harus terpinggirkan dengan begitu menyedihkan ditengah berita gegap gempita pesawat kepresidenan seharga 800 milyar. padahal jarak antara istana dimana sang presiden super mewah itu dengan jembatan penyeberangan semanggi tidak sampai 50 Km, bahkan sang presiden bisa jadi tiap hari dengan dikawal vorijdeer melintasi kolong jembatan penyeberangan semanggi ini.<br />
<br />
Tentu saja yang mulia bapak presiden tidak perlu menggunakanjembatan penyeberangan seperti saya karena sudah duduk manis di mobil RI 1 dan dikawal vorijdeer, mobil yang pasti nyaman jauh lebih nyaman dari metromini, apalagi sebentar lagi bisa bepergian dengan jet pribadi seharga hampir 1 trilyun.<br />
<br />
saya hanya bisa membayangkan saat para pejabat kita termasuk bapak presiden dan bapak mentri mentri nya ini baru pakai mobil saja mata nya sudah luput dari realitas keseharian dimana ada banyak ketidak berdayaan kaum miskin kota, gimana nanti kalau lebih sering bepergian dengan jet pribadi?<br />
ealah itu tiap hari melintasi tempat yang sama juga ternyata hal hal seperti ini tidak terlihat?<br />
<br />
oooh barangkali saya saja yang terlalu lebay, tentu saja bapak bapak yang mulia ini sudah sangat paham dan sudah memikirkan grand design mengatasi masalah sosial seperti ini. "kamu saja sok tahu, ilmu nya belum sampe" paling gitu kali ya dalam benak para pejabat ini.<br />
<br />
hahahaha..... saya hanya bisa tertawa saja. memang wawasan saya juga mungkin sempit, tapi logika sehat saya mengatakan bahwa yang ada dalam otak pejabat kita kayaknya bukan gitu deh, hal ini bisa dilihat bagaimana cara hidup mereka kok. gimana mau mikirin negara dan masyarakat secara sungguh sungguh kalau cara menggunakan APBN saja sudah mirip mirip orang kelaparan 10 tahun terus nemu nasi? seandainya yang mulia bapak presiden republik indonesia hidup seperti ahmadinedjad, mungkin saya akan sangat percaya 100 % kalau bapak presiden memikirkan rakyat. tapi kalau harga kursi jet kepresidenan saja sudah seharga 2 SD inpress, keyakinan saya kok dibawah nol persen yah. apa saya salah?<br />
<br />
saya garuk garuk kepala saat nulis blog ini, dan masih tidak yakin kalau pejabat kita termasuk presiden dan dpr benar benar memikirkan rakyatnya. kalau gaya hidup hedon dan aji mumpung dipertontonkan secara seronok, ditengah seorang (mungkin ribuan) balita yang harus menangis keras di jembatan penyeberangan yang dingin dan derai gerimis?<br />
<br />
kelompok miskin seperti ini sungguh tidak berdaya dan hampir mustahil menyerahkan mekanisme alamiah agar mereka bisa bangkit dan mengubah nasib. harus ada upaya dari luar untuk mengentaskan mereka. bukan dengan membiarkan begitu saja lantas bermewah mewahan.<br />
<br />
besok lusa saya akan ke jembatan semanggi lagi, mungkin saya hanya bisa menyumbangkan recehan buat sekedar meringankan si balita, entahlah berguna atau tidak, saya tidak paham, saya hanya juga tidak berdaya untuk bisa melakukan hal lain selain itu saja, mungkin seperti si ibu buta dan ke 3 balita nya yang sangat tidak berdaya menghadapi kehidupan jakarta.<br />
<br />
Jakarta 29 Feb 2012<br />
<br />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-74106270128309298922012-02-20T22:58:00.000-08:002012-02-20T23:05:50.373-08:00Suara Pembaca - Detil - Berbahaya, Leasing Mobil di Darmatama Finance<a href="http://www.suarapembaca.net/report/reader/45982/berbahaya-leasing-mobil-di-darmatama-finance#.T0NAaRrJLn0.blogger">Suara Pembaca - Detil - Berbahaya, Leasing Mobil di Darmatama Finance</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-3674101687246388672012-02-20T06:10:00.000-08:002012-02-20T06:10:51.295-08:00PENGALAMAN BURUK BERRSAMA LEASING DARMATAMA<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya mengalami
pengalaman yang sangat buruk dengan perusahaan leasing darmatama megah finance
(darmatama) cabang Cirebon. BPKB mobil saya diserahkan tanpa sepengetahuan
peminjam dan tanpa surat kuasa pengambilan BPKB.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kronologisnya adalah sebagai
berikut; sekitar bulan Desember 2009 saya mengover kredit sebuah
inova diesel tahun 2005 dari dokter Prima di Cirebon. Dan saya sudah melakukan
pembayaran hingga cicilan ke 23. Bulan oktober 2011 setelah sisa cicilan
tinggal 13x lagi saya berencana menjual inova tersebut, dan berhubung dengan
pembeli sudah kenal saya menyerahkan mobil dengan komitmen dalam 1 minggu akan
segera dilunasi dengan harga yang sudah disepakati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">
Saat melakukan pengecekan ke leasing darmatama dimana menurut hitungan saya
dengan kekurangan 13x cicilan lagi tinggl 68 jutaan membengkak menjadi 118
juta. Padahal cicilan per bulan hanya 5,3 juta. Denda yang dikenakan darmatama
sungguh mencengangkan. saya didenda selama 2 tahun berjalan sebesar 50 juta
atau kira kira 2 jutaan lebih per bulan. Sebuah angka yang fantastic.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Berhubung angka nya
besar dan saya harus bertugas di Jakarta saya serahkan kepada pembeli mau
lanjut, dibatalkan atau mau mengurus sendiri permohonan diskon denda ke
darmatama. Akhirnya pembeli sepakat mengurus sendiri denda tersebut.
Sampai bulan januari 2013 penurunan total pelunasan menjadi 80 juta padahal
sudah masuk 2x cicilan sebesar 10 juta. Akhirnya karena masalah berlarut
larut saya memutuskan jual beli batal saja, dan saya minta si pembeli
menyerahkan mobil tersebut dan hitung hitungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Tiba tiba hari selasa
tgl 17 januari si pembeli tanpa pemberitahuan terlebih dahulu melakukan
pelunasan ke darmatama dan mengambil BPKB. Saya cek kepada dr Prima ternyata
proses pelunasan dan pengambilan BPKB tersebut juga tidak seijin dan tanpa
surat kuasa dari dr Prima (surat kuasa asli ada di saya dan tidak pernah
diserahkan ke orang lain selain saya). Ini kan illegal, berbahaya sekali
leasing melakukan tindakan seperti ini, bagaimana mungkin BPKB kendaraan yang
dipegang leasing bisa diserahkan kepada pihak lain tanpa ijin dan surat kuasa?
Dengan alasan apapun Sungguh keterlaluan tindakan Darmatama ini dan sudah jelas
jelas melecehkan hukum, merugikan masyarakat, melecehkan otoritas keuangan dan
merusak citra leasing di Indonesia dengan seenaknya melakukan
pelanggaran.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bila dibiarkan
tindakan darmatama dengan bebasnya menyerahkan BPKB kendaraan kepada yang tidak
berhak akan menjadi preseden buruk bagi reputasi lembaga keuangan di Indonesia
dan akan sangat membahayakan bagi masyarakat, dan para pedagang mobil.
Karena dengan mudahnya BPKB diserahkan kepada yang tidak ber hak dan bisa
menjadi pendorong kejahatan penggelapan kendaraan bermotor.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya benar benar
dirugikan oleh Darmatama ini, karena pembeli dengan mudah tidak menyelesaikan
urusan pembayaran dengan saya. Saya menghimbau agar masyarakat dan showrom
mobil serta pedagang mobil, agar waspada terhadap leasing darmatama jangan
sampai pengalaman ini menimpa orang lain. Untuk otoritas keuangan yang membawahi
leasing saya menghimbau agar leasing seperti ini ditinjau kembali perizinanya
kalau perlu dicabut izinnya jangan sampai beroperasi dan terus menerus
merugikan masyarakat Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Salam<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Holid Azhari<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Perum Griya caraka
Blok C2 No 43 Kalikoa Kedawung Cirebon<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="mailto:Holid.azhari@gmail.com" target="_blank"><span style="color: #1155cc; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Holid.azhari@gmail.com</span></a><span style="color: #222222; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-60825289975923709222011-12-06T19:33:00.001-08:002011-12-06T20:37:05.545-08:00SISTEM E-TICKETING DAN RESERVASI ONLINESistem ini bersifat web based dan client server, beberapa keunggulan adalah sebagai berikut<br />
1. Murah atau malah bebas biaya buat pemilik maskapai karena dibayar per transaksi dan dibebankan kepada customer pembeli ticket<br />
2. Reliable dan trusted karena server disimpan di tempat kami jadi akan sangat sulit dibobol pihak lain<br />
3. Maintenance free karena perawatan server dan sistem dilakukan di datacenter<br />
4. Trouble free karena dilengkapi sistem backup dengan contingency plan dan contingency procedur<br />
5. Smooth saat perubahan sistem karena kami memiliki prosedur migrasi yang memungkinkan pelayanan tetap berlangsung saat proses migrasi ke sistem dilakukan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8241929163567786462.post-29335580284227548502009-04-15T08:19:00.000-07:002009-04-15T09:05:09.183-07:00Republik seurisengaja saya memilih judul blog seperti ini, maklum pas mulai bikin blog di tempat ini pas pemilu. menurut saya sih pemilu sekarang ini menimbulkan banyak lelucon yang kadang membuat senyum senyum sendiri, ini terbukti setelah pemilu selesai, banyak caleg caleg gagal yang bengong terus senyum senyum sendiri, ketawa sendiri, planga plongo, ada yang jadi orang gila beneran, bahkan ada yang sampai bunuh diri.<br /><br />Mulai kampanye pun sudah dimulai dengan kelucuan kelucuan, coba tengok baligho, pamflet dan stiker caleg caleg, mulai dari tata letak yang tumpang tindih dengan pamflet sedot WC, pamflet jual rumah, dan lain lain, jadi kalau dibaca agak geli juga, belum lagi bahasa promosi yang menurut saya acakadut, walaupun saya tidak pernah kerja atau punya pengalaman di dunia advertising, saya masih bisa melihat mana iklan yang menarik dan baik dengan iklan yang serampangan dan menggelikan setidaknya menurut persepsi saya.<br />i<br />bayangkan ada iklan yang berbunyi, Mr X caleg kota Y ... tiba tiba di bawahnya muncul foto artis cantik dan seksi dengan embel embel papahnya Cyntia Lamusu, hihihi..... nyambung gak ya?<br />ada lagi caleg dengan foto yang dipake foto dia waktu mantenan hihihi..... ini tujuannya apa sedangkan di bawahnya ditulis, gratis lahiran normal di seluruh wilayah III Cirebon, ......<br />waduh hubungan foto mantenan sang caleg dengan program partainya yang memberikan gratis biaya kelahiran itu dimana ya?<br /><br />ada lagi yang lain yang mengembel embeli nama dan foto nya dengan semboyan semboyan bombastis seperti "berjuang demi rakyat", "Demi bangsa dan negara", "Pahlawan rakyat miskin" dan seterusnya. Padahal kalau sudah jadi sih boro boro berjuang demi rakyat, lha balikin modal buat promosi aja pake sodok kanan sodok kiri nguber setoran kok, bahkan tidak malu malu ngembat uang negara buat kepentingan pribadi, tidak sedikit yang tertangkap tangan korupsi besar besaran.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16086785207317007656noreply@blogger.com0